Senin, 24 Agustus 2015

Nasionalisme Indonesia Menjawab Tantangan Global (Part 2)

“Ketahanan Keluarga Sebagai Basis dalam Pengokohan Ketahanan Nasional”

Bangsa Indonesia terkenal dengan sikap baik berbudi luhur yang termasuk juga bersikap sopan dan santun serta ramah pada semua orang termasuk orang yang bukan asli Indonesia, ini dilihat dari sikap warga Negara asing yang ketika ditanya pendapatnya tentang Indonesia pastilah mereka menjawab bahwa orang Indonesia itu baik dan ramah-ramah.
Tapi tanpa kita sadari bahwa budaya kita semakin lama semakin menipis dikalangan orang-orang Indonesia termasuk para pemudanya, ini dilihat dari perkembangan gaya hidup modern yang direspone secara tidak normal oleh warga, seperti westernisasi yang berlebihan sehingga membuat budaya asli hampir hilang diterapkan oleh warga asli Indonesia.
Banyaknya kegiatan negative akibat dari westernisasi yang mengakibatkan tergerusnya budaya luhur warga Indonesia, bisa kita lihat dari pergaulan bebas dikalangan remaja, merebaknya pemakaian narkoba, hingga mengakibatkan para generasi muda menjadi generasi “cabe-cabe-an”. Dampak buruk dari hal ini sudah semakin parah dan akut karena sudah merebak dengan berkembang pesatnya dunia social media yang seolah memaksa anak muda untuk mendapatkan informasi negative.
Hal ini tidak sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia yang dikenal dengan kisah heroik para pahlawan ketika melawan para penjajah yang ingin menguasai bumi nusantara, kita ketahui bahwa dahulu belum dikenal dengan bangsa Indonesia karena masih terpisah dengan sistem kerajaan, yang dimana willayah dikuasai oleh seorang raja dikerajaan besar diindonesia seperti kerjaan Majapahit di berada di Jawa tengah, kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan dan seperti kerjaan Goa di Sulawesi Selatan.
Sebelum mengenal kata persatuan tentang nama Negara Indonesia, bangsa Indonesia bersatu karena memiliki kesamaan nasib yakni sama-sama dijajah oleh kolonial Belanda, sehingga muncul lah ide untuk mempersatukan jong-jong sumatera, jawa, Sulawesi, dan wilayah-wilayah Indonesia yang lain dalam deklarasi sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Dengan semangat persatuan para pemuda hingga melahirkan tiga kata persatuan nusantara ketika itu seperti :
1.      Kami putra dan putrid Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
2.      Kami putra dan putrid Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia.
3.      Kami putra dan putrid Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasan Indonesia.

Semangat perjuangan para pemuda dimulai disini hingga puncaknya Indonesia bisa dideklarasikan sebagai Negara pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Soekarno dengan membacakan teks proklamasi. akan tetapi proses deklarasi ini sebenarnya tidak sepenuhnya didukung oleh semua pihak karena berbagai sebab, sehingga membuat perpecahan yang nanti dikenal dengan peristiwa rengas dengklok yang mana ada perpecahan antara kamu pemuda dengan kaum tua yang mempunyai selisih pendapat tentang deklarasi pembacaan teks proklamasi. Ketika itu kaum tua belum merekomendasikan untuk pembacaan teks proklamasi karena berbagai sebab, selain itu kamu muda mendesak soekarno untuk membacakan teks proklamasi karena kaum muda berfikiran saat itu adalah inilah saatnya untuk mendeklarasikan kemerdekaan Negara Indonesia.
Sebelum hal ini jauh sebelum itu juga ada sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi yang ketika itu bergerak dibidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Hal ini melihat bahwa zaman dahulu para pemuda Indonesia memiliki sikap negarawan yang tinggi, penuh akan kreatifitas dan inovasi, peduli akan kehidupan Negara, serta memiliki sifat untuk membangun Negara yang lebih baik.

Ketika kita melihat kondisi pemuda sekarang yang seperti sudah penulis jelaskan bahwasanya kondisi pemuda dulu dan sekarang kebanyakan sudah terkontaminasi dengan pemahaman luar yang mengikis rasa pancasilais dan negarawan para pemuda sehingga jika kita berbicara tentang ketahanan nasional maka penulis tidak melihat ada pada jiwa-jiwa pemuda sekarang.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar