Jalanan ibukota masih
saja ramai hingga larut malam ini, dengan kendaraan yang terus berlalu lalang,
juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah mati.
Namun kini hatiku tak seramai jalanan di kota ini. Sunyi. Itulah yang sedang
kurasakan. Bergelut dengan aktifitas dakwah yang menyita banyak perhatian, baik
tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa diriku untuk terus belajar
menjadi mujahid tangguh. Tapi kini, hatiku sedang dirundung kegalauan.
Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya dibahas, ditanya jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik.
Ya… Mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su’udzhan-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk ber-husnudzhan.
Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya dibahas, ditanya jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik.
Ya… Mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su’udzhan-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk ber-husnudzhan.
Kini kutermenung kembali
akan hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah
yang dinamakan konsep amal jama�i yang sering diceritakan indah? Apakah itu
hanya pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah?
Sering terlontarkannya kata-kata "Afwan
akh, ana gak bisa bantu banyak…"atau sms yang berbunyi "Afwan akh, ana gak bisa
datang untuk syuro malam ini…"atau kata-kata berawalan "Afwan akh…" lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang akh tidak
bisa hadir untuk sekedar merencanakan strategi-strategi dakwah kedepannya.
Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah, "Izinkan aku
untuk cuti dari dakwah ini, mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau
bahkan selamanya. Lebih baik aku konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang
berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau dengan lebih
memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, toh tanpa aku pun dakwah
tetap berjalan, bukan???"
Sahabat-sahabatku…
Memang dalam dunia dakwah
yang sedang kita geluti seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami
konflik atau permasalahan-permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut
terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan internal aktivis dakwah
sendiri. Pernah suatu ketika dalam aktivitas sebuah barisan dakwah, ada seorang
ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah
dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu di sebuah lembaga
dakwah kampus, seorang akhwat "minta cuti" lantaran sakit hatinya
terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak layaknya
seorang bos dalam berdakwah.
Pernah pula suatu waktu
seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terdzalimi oleh
saudara-saudaranya sesama aktifis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak pantas
untuk terulang namun penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi
kita. Ceritanya, di akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang
terdzalimi) hanya mampu menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama,
enam tahun. Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya)
aktifis dakwah lulus dalam waktu empat tahun. Singkat cerita, ketika si X
ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan
teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab
"Aku lulus dalam waktu enam tahun karena aku harus bolos kuliah untuk
mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan oleh
saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."
Subhanallah… di satu sisi
kita merasa bangga dengan si X, dengan militansinya yang tinggi beliau rela
untuk bolos dan mengulang mata kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus
berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan
teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih, sedih dengan
kader-kader dakwah (saudara-saudaranya si X) yang dengan berbagai macam alasan
duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.
0 komentar :
Posting Komentar