Sahabat….
Semoga kisah tersebut tidak
terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah
pelajaran berharga….
Semoga kisah tersebut membuat
kita sadar, bahwa setiap aktifitas yang di dalamnya terdapat interaksi antar
manusia, termasuk dakwah, kita tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi
hati...
Ya, setiap aktifis dakwah
adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu saja berbeda-beda. Ada
aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam tingkah laku aktifis lain yang
dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula kita lupa bahwa tidak sedikit
aktifis-aktifis yang tiada memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah
pola aktifis dakwah lain yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewaan
yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah
sebuah kewajaran sekaligus realita yang harus kita pahami dan kita terima.
Namun apakah engkau tahu
wahai sahabat-sahabatku?
Tahukah engkau bahwa
seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata perlakuan kita
kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah, dengan diri kita sebagai
parameternya. Begitu mudahnya kita melontarkan kata-kata "afwan",
"maaf" atau kata-kata manis lainnya atas kelalaian-kelalaian yang
kita lakukan, tanpa dibarengi dengan kesadaran bahwa sangat mungkin kelalaian
yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara kita. Dan bahkan sebagai
pembenaran kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga
dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa kata-kata
"afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada artinya
dan akan sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.
Wahai sahabat-sahabatku…
Memang benar bahwasanya
aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput
dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sadarkah kita bahwa
kita sedang menghadapi sosok yang juga manusia biasa? bukan superman, bukan
pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya. Sepertinya adalah sikap
yang naif ketika kesadaran bahwa aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, hanya
ditempelkan pada diri kita sendiri.
Seharusnya kesadaran bahwa
aktifis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita
sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak
bisa dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit
hati, yang bisa jadi merupakan sebuah kezhaliman kepada saudara-saudara kita.
Sahabat…
Adalah bijaksana bila kita
selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu,
bukan sebaliknya. Sehingga semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam
sebuah aktivitas dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata
"afwan" yang terlontar dan pembenaran bahwa kita manusia biasa yang
bisa terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita. Tapi sebaliknya
kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu
keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan
dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti
hati bahkan menzhalimi saudara-saudara kita. Sehingga kata-kata“Akhi…
Ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini” tidak
terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktifis dakwah.
Semoga…
0 komentar :
Posting Komentar